Kd. 3.1 POSISI STRATEGIS INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA
ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH
Semangat pagi!
Selamat datang siswa siswi ibu di kegiatan pembelajaran pertama Daring kita di matapelajaran Geografi kelas XI.
Sebelum kita memulai kegiatan pembelajaran kita alangkah baiknya kita mulai dengan berdoa.
Berdoa mulai....
Berdoa selesai.
Dalam kegiatan pembelajaran ini kita akan membahas mengenai indikator berikut ini:
3.1.1 Menjelaskan letak wilayah Indonesia dan pengaruhnya
3.1.2 Menjelaskan luas wilayah Indonesia dan pengaruhnya
3.1.3 Menjelaskan batas teritorial wilayahIndonesia
3.1.4 Menjelaskan karakteristik daratan Indonesia berdasarkan geologi.
3.1.5 Mengidentifikasi kenampakan daratan diIndonesia.
Tujuan Pembelajaran
Melalui pembelajaran Discovery, peserta didik mampu memahami kondisi wilayah dan posisi strategis indonesia sebagai poros maritim dunia dan terampil Menyajikan contoh hasil penalaran tentang posisi strategis wilayah indonesia sebagai poros maritim dunia dalam bentuk peta, tabel, dan/ atau grafik dengan menguatkan sikap berfikir logis, kritis, rasa ingin tahu, kolaboratif dan terampil memahami fenomena geografi dilingkunganya.
INFO PENTING!!
1. Link Absen diisi tiap hari selasa. Untuk mengisi Absen, silahkan klik DISINI.
2. Di bagian paling bawah terdapat Latihan yang harus dikerjakan di kertas Double Folio dan dikumpul selasa depan ke ibu di sekolah. Untuk melihat soal latihan silahkan klik DISINI.
3. Setiap kelas WAJIB membuat grup WA dengan format nama: Geografi Kelas XI ...... dan memasukkan ibu sebagai admin grup. Sebagai info, no WA ibu: 081363203232
Sebelum kita masuk ke materi pembelajaran, silahkan Ananda lihat dan tonton dulu video berikut ini:
Berikut ini ibu akan menampilkan materi yang akan kita pelajri dalam kegiatan pembelajaran pertama ini. Kepada selurus siswa dan siswi ibu kelas XI IPS 1, silahkan anak ibu baca dan pahami materi tersebut.
Materi 11.1 POSISI STRATEGIS INDONESIA
SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA
Poros maritim merupakan gagasan yang dilontarkan
oleh presiden terpilih Joko Widodo saat kampanye pemilihan presiden beberapa
waktu lalu. Perlu di kembalikan lagi kesadaran bangsa Indonesia tentang jati
dirinya sebagai bangsa maritim. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang
strategi diapit dua benua Asia dan Australia, serta dua samudra, Hindia dan
Pasifik sangat stategis untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Contents [hide]
·
2 Letak, Luas, dan Batas Wilayah Indonesia
§ 2.1.1 Letak astronomis Indonesia
§ 2.1.2 Letak geografis Indonesia
§ 2.1.3 Letak Geologis Indonesia
o 2.2 Luas
§ 2.3.1 Batas daratan Indonesia
§ 2.3.2 Batas Perairan Indonesia
·
3 Karakteristik Wilayah Daratan dan Perairan
Indonesia
§ 3.2.1 Perairan Indonesia Bagian Barat
§ 3.2.2 Perairan Indonesia Bagian Tengah
§ 3.2.3 Perairan Indonesia Bagian Timur
§ 3.2.6 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
·
4 Perkembangan Jalur Transportasi dan Perdagangan
Internasional di Indonesia
·
5 Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan
Indonesia
o 5.1 Potensi sumber daya kelautan
§ 5.1.2 Energi kelautan Indonesia
§ 5.1.3 Sumber daya minyak dan gas bumi
o 5.2 Pengelolaan sumber daya kelautan
·
6 Posisi Strategis Indonesia Sebagai Poros Maritim
Dunia
o
Apersepsi
Sebagai bentuk apersepsi, mari sama-sama kita baca
sebuah nukilan dari salah satu novel terbaiknya Pramudya Ananta Toer, Arus
Balik.
…. Sunyi-senyap di ruangan balai-desa.
Semua memanjangkan leher mendengarkan baung ratusan anjing di tengah hutan.
Ratusan sumbu damarsewu yang menyala di sepanjang dan seputar
rumah umum itu bergoyang-goyang terkena angin silir.
“Apakah gerangan yang akan terjadi,
Rama?” kepala desa yang duduk agak di belakang orang tua itu bertanya. “Bulan
purnama begini. Semua indah. Hanya anjing-anjing pada menangis. Bulan itu tak
kan menanggapi mereka. Sejak dahulu pun tidak. Tapi bulan penuh, menua dan
hilang. Bulan purnama sekarang, tapi bukan purnama untuk kalian. Untuk kita. Kita
sedang tenggelam.”
“Kita belum pernah tenggelam, Rama,”
protes seorang gadis di tengah-tengah hadirin.
“Kau belum pernah tenggelam, gadis. Kau
pun belum pernah terbit. Kita – kita pernah terbit, dan sekarang sedang
tenggelam. Lihat, sebagai bayi aku dilahirkan di sini. Kalian semua belum lagi
lahir. Hutan dan alang-alang masih berjabat-jabatan. Sawah belum ada. Hanya
huma, gadis.
Dulu desa ini dinamai Sumber Raja…”
Tiba-tiba suaranya terangkat naik, melengking. “Kalian biarkan desa ini di hina
oleh orang kota, dan kalian sendiri setuju dengan nama Awis Krambil.” Ia
tertawa sengit.
“Bukan begitu Rama Guru,” bantah kepala
desa Gopohgapah dan menebarkan pandang minta sokongan hadirin.
“Nama itu diberikan sebagai ucapan ikut
prihatin terhadap sulitnya kelapa di sini. Lama-lama jadi sebutan resmi di
Tuban. Kami hanya mengikuti, Rama.”
“Apa saja kalian kerjakan dalam tujuh
tahun ini maka sebuah desa bisa kekurangan kelapa?” orang tua itu tak menoleh
pada kepala desa. “Apakah di mandala kalian sudah tak pernah diajarkan tentang
kelapa dan tentang desa, bahwa kesejahteraan desa tampak dari puncak-puncak
pohon kelapanya?”
Para hadirin berhenti mengunyah sirih
mendengar perselisihan sudah dimulai itu. “Dengarkan kata-kata Rama Cluring
ini,” orang tua itu meneruskan dengan tubuh tetap tidak bergerak dalam silanya.
“Desa yang kekurangan kelapa…. adalah karena ada apa-apa kecuali kelapa di
dalam kepala-kepala desanya. Ingat-ingat itu! Ada apa-apa kecuali kelapa.”
“Apakah apa-apa dalam kepalaku. Rama
Guru?” tanya kepala desa tersiksa.
“Bukankah kau tahu juga dari
orangtuamu, desa ini dahulu mencukupi buat semua? Memang lain. Dahulu penduduk
desa masih punya harga diri. Namanya tetap Sumber Raja sebagaimana diberikan
oleh leluhur para pendiri. Sekarang, bukan karena kelapa itu tidak tumbuh,
cipta kalian yang merosot sampai ke telapak kaki. Maka kelapa pun tak kunjung
berbiak, tinggal hanya peninggalan nenek-moyang.”
Tak ada yang menyanggah. Dengan lunak
ia mulai bercerita tentang kelapa di desa-desa lain yang lebih tandus. Para
hadirin, tua dan muda, laki dan perempuan, gadis dan perjaka memperhatikan
tubuh pembicara yang pendek kecil, berkain dan berkalung kain batik pula,
berdaster putih, berjanggut dan bermisai putih, seperti kepala Anoman dalam
Ramayana.
Mereka mendengarkan dengan diam-diam
sambil mengunyah sirih. Tak seorang pun menertawakan keputihannya. Mereka
menghormati orang tua yang terkenal sebagai pemuja Ken Arok Sri Ranggah Rajasa
Sang Amurwabhumi, berlidah pedang dan berludah api itu.
“Dengar, barangkali anjing-anjing itu
akan membaung sepanjang malam.” Kembali orang mendengarkan baung yang
sayup-sayup dari tengah hutan.
“Nenek-moyang kalian tidak sebebal
kalian sekarang,”
tiba-tiba orang tua itu menetak kejam.
“Aku dan kami mungkin memang bebal,”
seseorang di tengah-tengah hadirin membantah. ‘Tapi para dewa, Rama Guru, pada
kami tak diberikan tanah yang cukup baik untuk kelapa.”
“Puah!” seru Rama Cluring. “Sewaktu
kecilku tak kan ada orang menyalahkan para dewa. Tak ada penghujatan semacam
itu. Mandala masih berwibawa dan guru-guru dihormati, maka bocah yang belum
terpanggil oleh Sang Buddha pun tahu, bumi ini diberikan oleh Hyang Tunggal
pada manusia dalam keadaan sebaik-baiknya. Tak ada seorang pun menghinakan
keadaannya, karena manusia diciptakan dalam keadaan sempurna. Lupakah kau pada
ajaran, hewan tak kan mengubah apalagi alamnya? Tetapi manusia tanpa cipta
merosot, terus merosot sampai ke telapaknya sendiri, merangkak, melata, sampai
jadi hewan yang tak mengubah sesuatu pun. Untuk mempunyai ekor pun manusia
demikian tidak berdaya.” ….
Nusantara menjadi saksi bisu, kehebatan kerajaan
besar penguasa arus selatan. Hingga Nusantara mampu menerjang penguasa kerajaan
utara. Majapahit, menjadi kekuatan maritim terbesar pada abad nya (1350 – 1389
M), mengusai hampir seluruh bagian dari negara Indonesia saat ini, hingga
Singapura (Tumasik), Malaysia (Malaya), dan beberapa negara ASEAN lainya.
Tapi, itu hanya kisah dongeng masa lalu bagi
masyarakat desa saat itu. Kerajaan Majapahit sudahlah hancur dalam perang saudara
tak berkesudahan. Wafatnya sang Mahapatih Gajah Mada menjadi titik awal,
kemudian berturut-turut peristiwa menggerogoti kerajaan ini, dan akhirnya
lenyap setelah kedatangan agama Islam.
Setelah itu Arus pun berbalik, kerajaan-kerajaan
yang dahulunya berada dalam kekuasaan Majapahit akhirnya melepaskan diri. Para
keturunan bangsawan Majapahit pun lebih memilih berkonsentrasi kepada kekuasaan
yang tersisa, termasuk Raja Tuban Wilwatikta. Tidak seperti nenek moyangnya,
Wilwatikta tidaklah berhasrat untuk menguasai atau memperluas kekuasaannya,
“Perdamaian jauh lebih berarti buat rakyat,” ucapnya.
Nusantara telah kehilangan jati dirinya sebagai
bangsa maritim sejak jatuhnya Majapahit. Laut yang merupakan bagian terbesar
dari bentangan kepulauan Nusantara, perlahan memudar dari budi dan daya bangsa
Indonesia. Laut sebagai simbol nenek moyang bangsa Indonesia lenyap dalam
setiap benak anak bangsa. Laut hanya menjadi latar belakang saja dari rumah
peradaban mereka. Maritim tidak lagi jadi nadi rakyat Nusantara.
“Poros Maritim adalah sebuah cita-cita bersama
untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim terbesar dan
terkuat di dunia,” kata Menteri Susi dalam sambutan tertulis dibacakan Gubernur
Maluku Said Assagaff pada puncak peringatan Hari Nusantara provinsi Maluku yang
dipusatkan di Langgur, ibu kota kabupaten Maluku Tenggara, Sabtu (13/12/2014).
“Poros maritim dapat dipahami sebagai sebuah
doktrin yang memberi arahan mengenai tujuan bersama. Ini mengandung arti bahwa
bangsa Indonesia diharapkan dapat melihat dirinya sebagai Poros Maritim dunia,
kekuatan di antara dua Samudra,” katanya.
Presiden Joko Widodo, sebut Menteri Susi, saat
pidato pelantikan sebagai Kepala Negara menegaskan bahwa bangsa Indonesia sudah
telah terlalu lama memunggungi laut, samudra, selat dan teluk. Sebagai Negara
maritim, samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban bangsa.
Kesadaran adalah matahari, yang akan menjadi terang
bagi insan yang mau bernaung di bawahnya. Berabad-abad amnesia bangsa Indonesia
sebagai bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim harus kita obati.
Ingatan-ingatan itu akan kita kembalikan sedikit demi sedikit, hingga kita
kembali berjadi di samudra dunia.
Letak, Luas, dan Batas Wilayah Indonesia
Letak
Letak
astronomis Indonesia
Letak astronomis Indonesia berada pada 6 derajat LU
– 11 derajat LS dan 95 derajat BT – 141 derajat BT. Posisi Indonesia yang
dilintasi garis khatulistiwa berefek wilayah Indonesia dipengaruhi iklim
tropis. Karena dipengaruhi iklim tropis, Indonesia memperoleh curah hujan yang
tinggi sepanjang tahun. Indonesia juga memiliki suhu dan kelembaban udara yang
tinggi. Kondisi iklim yang demikian memungkinkan Indonesia memiliki banyak
hutan yang lebat dan senantiasa hijau.
Daerah yang berada di Indonesia
bagian barat memiliki selisih waktu +7 terhadap GMT (Greenwich Mean Time). Wilayah-wilayahnya antara lain Sumatera, Jawa,
Madura, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan pulau-pulau kecil di
sekitarnya. Wilayah Indonesia tengah memiliki selisih waktu +8 terhadap
GMT. Wilayah-wilayahnya antara lain Bali, Nusa Tengara, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Pulau Sulawesi, dan pulau-pulau kecil sekitarnya. Indonesia
bagian timur memiliki selisih waktu +9 terhadap GMT. Wilayah-wilayahnya antara
lain Kepulauan Maluku, Papua, Papua Barat, dan pulau-pulau kecil sekitarnya.
Letak
geografis Indonesia
Menurut letak geografis. Indonesia terletak di
antara dua benua, yakni benua Asia dan Australia serta di antara dua samudra,
yakni Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak Indonesia yang diapit dua benua
dan berada di antara dua samudra berpengaruh besar terhadap keadaan alam
ataupun kehidupan penduduk.
Indonesia sendiri termasuk negara yang berada di
dalam Benua Asia, tepatnya Asia Tenggara atau yang kita kenal sebagai ASEAN
bersama 10 negara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina,
Brunei Darusalam, Vietnam, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Timor Leste. Indonesia
menjadi persimpangan lalu lintas dunia, baik darat, udara, mau pun laut.
Indonesia juga bertetangga dengan banyak negara di Asia yang sedang menunjukkan
geliat pertumbuhan ekonomi yang luar biasa seperti China, India, dan Thailand.
Selain itu, Indonesia berada pada titik persilangan perekonomian dunia dan
perdagangan internasional, baik negara-negara industri maju maupun berkembang.
Letak
Geologis Indonesia
Letak Geologis Indonesia adalah letak wilayah
Indonesia berdasarkan susunan bebatuan yang ada di permukaan bumi Indonesia.
Indonesia adalah negara dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia dan
sebagian besarnya adalah gunung-gunung yang masih aktif. Hal tersebut merupakan
salah satu penyebab utama kesuburan tanah Indonesia. Tanah subuh karena
mengandung unsur hara yang tinggi dan ini bisa terjadi karena letusan gunung
berapi. Indonesia terletak pada pusat pertemuan dua pegunungan muda, yaitu
penggunungan Sirkum Mediterania dan pegunungan Sirkum Pasifik. Wilayah
Indonesia bagian barat dilalui oleh pegunungan Sirkum Mediterania sedangkan
wilayah Indonesia bagian tengah dilalui oleh pegunungan Sirkum Pasifik.
Secara geologis pula Indonesia terletak di antara
tiga lempeng utama yang ada didunia yakni Lempeng Australia, Eurasia, dan
Pasifik. Hal ini juga yang menyebabkan kenapa di Indonesia sering terjadi gempa
bumi. Gempa bumi bisa terjadi karena tumbukan antar lempeng. Indonesia terletak
di antara tiga lempeng utama dunia, maka kemungkinan terjadi gempa bumi di
Indonesia sangat besar dibandingkan dengan negara-negara lain didunia. Sebagian
besar wilayah di Indonesia sangat rawan terhadap gempa, kecuali wilayah
Kalimantan.
Menurut ilmu geologi, Indonesia juga terletak di
antara dua dangkalan besar, yaitu Dangkalan Sunda dan Dangkalan Sahul.
Dangkalan itu sendiri adalah wilayah laut dangkal yang menghubungkan wilayah
daratan yang sangat besar (bisa negara, kawasan, ataupun benua). Dangkalan
sunda berada didaerah Indonesia bagian barat yang berhubungan langsung dengan
Benua Asia. Dangkalan ini mencakup wilayah Semenanjung Malaysia, Sumatera,
Jawa, Madura, Bali dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Sedangkan Dangkalan
Sahul berada di Indonesia bagian timur yang berhubungan langsung dengan Benua
Australia. Dangkalan Sahul mencakupi wilayah yang sangat luas, membentang dari
bagian utara Papua hingga bagian utara Benua Australia.
Luas
Sebagai Negara kepulauan terbesar di
dunia, Indonesia memiliki 17.499 pulau dari Sabang hingga Merauke. Luas total
wilayah Indonesia adalah 7,81 juta km2 yang terdiri dari 2,01 juta km2 daratan,
3,25 juta km2 lautan,
dan 2,55 juta km2 Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE). Keindahan bahari dan hasil laut yang dimiliki
Indonesia tentu memiliki kualitas terbaik. Mulai pulau yang cantik akan isi
lautnya seperti terumbu karang dan tumbuhan laut. Luas terumbu karang di
Indonesia mencapai 50.875 kilometer persegi yang menyumbang 18% luas total
terumbu karang dunia dan 65% luas total di coral triangle.
Sebagian besar terumbu karang ini berlokasi di bagian timur Indonesia.
Batas
Batas
daratan Indonesia
Batas Wilayah Indonesia mencakup batas daratan Indonesia
dan batas laut Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga
kebanyakan batas wilayah Indonesia berada di lautan. sebanyak 10 Negara yang
berbatasan laut dengan Indonesia, sedangkan bagian batas wilayah daratnya hanya
berbatasan dengan tiga Negara saja. Malaysia berbatasan dengan Indonesia di
Pulau Kalimantan, Timor Leste yang lepas dari Indonesia melalui referendum
tahun 1999, berbatasan dengan Indonesia di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur,
dan Papua Nugini yang berbatasan dengan Indonesia di Pulau Papua.
Batas
Perairan Indonesia
Wilayah Perairan Indonesia secara konstitusi baru
diterbitkan setelah kemerdekaan, yaitu melalui Deklarasi Hukum Indonesia, 13
Desember 1957 yang dipimpin Ir. H. Djuanda. Dikenal dengan nama deklarasi
Juanda.
Isi deklarasi itu antara lain berbunyi:
1. Untuk kesatuan bangsa dan integritas wilayah serta
kesatuan ekonomi, ditarik garis lurus sebagai garis pangkal lurus dari
titik-titik terluar pulau-pulau terluar yang menjadi unsur daratan geografis
Indonesia
2. Jalur laut wilayah atau laut teritorial adalah 12
mil laut diukur dari garis pangkal lurus tersebut di atas.
3. Republik Indonesia berdaulat atas perairan sebelah
dalam, dari garis luar batas laut teritorial itu. Termasuk dasar laut, tanah di
bawahnya, beserta kekayaan dalam dan udara di atasnya.
4. Hak lalu-lintas kendaraan air (kapal dan
sebagainya) asing (yang bersifat damai) melalui Perairan Nusantara dijamin
selama tidak merugikan keamanan, ketertiban, dan kepentingan-kepentingan negara
Republik Indonesia.
Pengakuan Hukum Laut Internasional yang bertalian
dengan negara-negara tetangga atas tata laut Indonesia diperoleh melalui
perjuangan, perundingan -perundingan bilateral dan perjanjian-perjanjian Landas
Kontinen (Landas Benua) dengan negara tetangga Indonesia. Perjanjian dengan
Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, Singapura, India dan
Australia, serta Papua Nugini. Perjuangan dalam forum Konferensi Hukum Laut
Internasional telah dilakukan di Jenewa, Caracas, dan New York, secara
berturut-turut dalam periode 1960 -1978.
Batas
udara Indonesia
Tentang wilayah udara Indonesia, Sampai saat ini
penerbangan di atas wilayah suatu negara masih diatur oleh tiga Konvensi yaitu:
Konvensi Paris 1919; Konvensi Havana 1928; dan Konvensi Chicago 1944.
Pokok-pokok pengaturan dalam konvensi-konvensi tersebut antara lain:
Negara bawah atau negara kolong memiliki kedaulatan
mutlak dan eksklusif atas udara di atas wilayahnya, termasuk di atas laut
wilayahnya.
Setiap negara mengakui hak lalu
lintas udara damai (innocent passage), yaitu hak melewati wilayah udara negara lain
tanpa mendarat. Antara lain ketentuan bahwa pesawat-pesawat terbang yang
menggunakan hak tersebut haruslah melalui rute-rute yang telah ditetapkan oleh
negara bawah, serta hak lintas udara damai itu juga dapat ditangguhkan untuk
kepentingan keamanan negara bawah.
Dibedakan antara kapal terbang sipil
(Civil air craft) dan kapal terbang militer, pabean, polish Kapal-kapal
terbang negara tidak mempunyai hak lintas udara di atas wilayah negara lain.
Karakteristik Wilayah Daratan dan Perairan
Indonesia
Daratan
Indonesia
Secara umum, Indonesia sebagai Negara
kepulauan (archipelagic state) fisiografi wilayah Indonesia yang terdiri dari
18.210 pulau memiliki kondisi fisiografi yang sangat kompleks. Sebagian wilayah
Indonesia berupa laut, yakni luas wilayah laut 5 juta km2, luas daratan sekitar
1,9 juta km2 dan pantai tropical terpanjang di dunia, yakni 81.000 km2.
Pembagian wilayah fisiografi Indonesia secara
menyeluruh sulit dilakukan mengingat Perkembangan Jalur Transportasi dan
Perdagangan Internasional di Indonesia masing-masing pulau memiliki
kompleksitas penampakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu beberapa ahli geologi
acapkali membahas kondisi fisiografi Indonesia secara umum berdasarkan
pulau-pulau besar.
Untuk dapat memahami karakteristik geologisnya
Indonesia, perlu ditelusuri sejarah pembentukan awal kepulauan nusantara ini.
Rutten yang didukung oleh Van Bemellen menyatakan bahwa awal pembentukan
kepulauan nusantara dapat ditelusuri dari beberapa bukti. Bukti tersebut
dimulai dengan tenggelamnya Zona Anambas, yang merupakan Kontinen Asal,
diperkirakan terjadi pada 300 juta tahun yang lalu (pada kurun geologi Devon).
Tenggelamnya zona Anambas ini mengakibatkan wilayah di sekitarnya mencari
keseimbangannya sendiri. Dalam rangka mencari keseimbangan itulah
berturut-turut bagian-bagian dari muka bumi ini ada yang timbul kembali dan ada
yang tenggelam secara perlahan-lahan dalam kurun waktu geologi tertentu (Sandy,
1996).
Untuk sampai pada bentuknya yang
sekarang, konon Landas Kontinen Sunda (Indonesia bagian barat) telah mengalami
delapan kali atau tahap pembentukan daratan (orogenesa). Di bagian Indonesia
timur kejadiannya hampir sama dengan bagian barat, Kontinen Asal di bagian
timur—oleh Van Bemmelen disebut Central Banda Basin atau yang kita kenal dengan nama
Laut Banda—mengalami pembentukan sebanyak tujuh tahap.
Berdasarkan perkembangan geologi tersebut, dapat
dinyatakan bahwa wilayah Indonesia merupakan titik temu dari tiga gerakan lempeng
bumi, yakni: (1) gerakan dari sistem Sunda di barat; (2) gerakan dari sistem
pinggiran di Asia Timur; (3) gerakan dari sistem Sirkum Australia.
Ketiga gerakan tersebut menyebabkan
Indonesia menjadi jalur vulkanisme (pada jalur luar/outer)
dan gempa yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia Indonesia. Akibat
banyaknya vulkan, maka tanah Indonesia menjadi tanah yang subur sehingga dapat
memberi penghidupan/bahan pangan bagi penduduk, di samping kadang kala membawa
malapetaka.
Karena Indonesia merupakan jalur vulkanisme
(terangkai melalui sebuah busur yang terbentang dari Pulau We sampai ke
Indonesia bagian timur (Maluku) dan juga Sulawesi, sampai ke Kepulauan Sangihe
dan talaud, maka di Indonesia terdapat banyak vulkan (gunung api), kurang lebih
berjumlah 129 vulkan.
Lempeng tektonik adalah unsur penting dalam
konfigurasi geomorfologi Indonesia. Tiga sistem lempeng besar yang bertumpu
pada tiga titik di sebelah selatan Kepala Burung, Pulau Papua. Lempeng-lempeng
tersebut terpisah agak ke barat oleh jalur geser. Jalur geser yang berasal dari
sudut pandang dinamika dalam sistem lempeng Pasifik, meskipun sebagian besar
tersusun unsur lempeng Australia-India. Gerakan vertikal disertai oleh
pergeseran lateral.
Terutama yang terjadi di zona kontak lempeng dari
tekanan kerak tinggi dan tercatat dalam unsur geomorfologi. Seperti permukaan
dataran di lahan tinggi, bentuk lahan pesisir, tudung terumbu, atol dan terumbu
penghalang. Bagian tektogenesa Indonesia merupakan contoh karakteristik
geomorfologi zona busur kepulauan dibanding kondisi iklim tropik.
Gunung api di Indonesia berasosiasi dengan zona
subduksi dari lempeng tektonik, dan konfigurasi kompleksnya membentuk
pegunungan dari busur vulkanik yang menyertai bidang miring dengan kegempaan
tinggi. Gunung api di Indonesia dibedakan menjadi tiga wilayah utama:
1. Busur vulkanik Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara dan
terusannya di Paluku Selatan;
2. Busur vulkanik pada perbatasan ke arah timur dan
barat pada igir vertikal Talaud Melayu di pulau Halmahera dan Minahasa-Sangihe
di Sulawesi timur laut;
3. Bagian barat daya busur vulkanik Sulawesi;
Perairan
Indonesia
Negara Republik Indonesia adalah salah satu negara
maritim atau negara kepulauan di dunia yang wilayahnya terdiri atas pulau-pulau
besar dan kecil yang dihubungkan oleh wilayah laut. Perairan laut Indonesia
dapat dibedakan menjadi tiga wilayah utama, yaitu wilayah perairan bagian
Barat, Tengah, dan Timur.
Perairan
Indonesia Bagian Barat
Sebagian besar perairan laut Indonesia bagian Barat
seperti Laut Jawa, Selat Sunda, Laut Natuna, Selat Malaka, Laut Cina Selatan,
dan Selat Makassar merupakan zona laut dangkal dengan rata-rata kedalaman laut
tidak lebih dari 200 meter, serta kondisi dasar laut yang relatif landai. Hal
ini disebabkan secara geologis wilayah ini dahulu merupakan kesatuan wilayah
dataran rendah yang termasuk pada paparan sunda (landas kontinen Asia), pada
zaman glasial (zaman es).
Pada akhir zaman glasial terjadi pencairan es
secara besar-besaran sehingga permukaan air laut mengalami kenaikan yang cukup
tinggi. Akibatnya, wilayah-wilayah daratan yang merupakan cekungan dan dataran
rendah ada yang tertutup air laut membentuk zona laut dangkal (laut
transgresi), termasuk paparan sunda.
Adapun wilayah- wilayah yang lebih tinggi dan tidak
tertutup air laut, kemudian berubah menjadi pulau-pulau yang tersebar di
sekitar laut dangkal tersebut, seperti Pulau Jawa, Pulau Sumatra, dan Pulau
Kalimantan.
Beberapa bukti yang mendasari bahwa wilayah bagian
Barat pernah menjadi satu kesatuan daratan antara lain sebagai berikut.
1. Adanya persamaan flora dan fauna di Pulau Jawa,
Sumatra, dan sebagian Kalimantan bagian Barat, seperti gajah, harimau, dan
orang utan, serta tipe hutannya.
2. Kondisi dan jenis batuan di wilayah-wilayah
tersebut relatif sama.
3. Ditemukan lembah-lembah di dasar laut yang
diperkirakan bekas aliran sungai purba (submarine canyon),
yaitu: 1) alur-alur di Pantai Timur Sumatra dan Pantai Barat Kalimantan yang
diperkirakan merupakan cabang-cabang sungai purba yang akhirnya bersatu dengan sungai
induknya di Laut Cina Selatan; 2) alur-alur di Pantai Utara Jawa, Pantai
Selatan Kalimantan, dan Selat Makassar yang diperkirakan merupakan cabang-
cabang sungai purba yang akhirnya bermuara dengan sungai induknya di Selat
Makassar.
Perairan
Indonesia Bagian Tengah
Wilayah perairan laut Indonesia
bagian Tengah didominasi oleh laut-laut dalam dengan bentuk dasar laut berupa
cekungan dan palung laut, seperti Cekungan Banda dan Timor Trough.
Kedalaman lautnya berkisar antara 200 – 1.800 meter. Antara wilayah perairan
laut Indonesia bagian barat dan tengah dibatasi oleh Garis Wallace
Perairan
Indonesia Bagian Timur
Seperti halnya wilayah bagian Barat, perairan laut
Indonesia bagian Timur merupakan zona laut dangkal yang termasuk pada landas
kontinen Australia (Paparan Sahul). Kawasannya meliputi laut-laut dangkal di
sebelah selatan Papua sampai bagian utara Australia seperti Laut Arafuru dan
Selat Flores. Di sebelah Utara terdapat palung Mindanau dengan kedalaman
maksimum 10.830 m merupakan bagian laut yang terdalam di dunia. Sebelah Barat
daya nya terdapat Basin Sulawesi yang sangat luas dengan dasarnya kurang lebih
mendatar pada kedalaman sekitar 5.100 m ke arah Selatan. Basin Sulawesi ini
berhubungan dengan palung Makassar yang kedalamannya 2.300 m.
Sesuai dengan ketetapan Hukum Laut Internasional
yang disepakati oleh PBB pada 1980, negara Indonesia memiliki tiga batas laut
yaitu batas laut teritorial, landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif.
Batas
Laut Teritorial
Batas laut teritorial merupakan batas kedaulatan
penuh pemerintah Indonesia. Negara lain tidak diperkenankan memasuki wilayah
ini tanpa izin resmi dari pemerintah Indonesia. Apabila ada warga atau kapal
asing yang memasuki wilayah laut teritorial tanpa izin, pemerintah kita berhak
menghukum warga asing tersebut. Walaupun demikian, sebagai warga masyarakat
dunia internasional, tentunya pemerintah RI memiliki kewajiban untuk
menyediakan jalur pelayaran internasional untuk tujuan-tujuan damai dan
hubungan antarbangsa.
Kawasan laut teritorial merupakan wilayah laut yang
ditarik sejauh 12 mil laut (1 mil laut = 1,852 Km) dari garis dasar ke arah
laut lepas. Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik
ujung pulau-pulau terluar dari suatu negara maritim. Ujung terluar sebuah pulau
dapat diketahui dengan cara menghitung rata- rata batas garis pantai saat
pasang naik tertinggi dan pasang surut terendah.
Batas
Landas Kontinen
Indonesia memiliki dua batas landas kontinen, yaitu
Landas Kontinen Asia di sekitar Laut Natuna dan Selat Malaka yang berbatasan
dengan Malaysia dan Singapura, serta Landas Kontinen Australia di Laut Arafuru
dan Laut Timor yang berbatasan dengan Negara Australia. Negara Indonesia
memiliki hak dan kewenangan untuk memanfaatkan semua sumber daya alam laut yang
terkandung di wilayah landas kontinen, dengan senantiasa menghormati dan tidak
mengganggu jalur pelayaran internasional.
Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) ditarik sejauh
maksimal 200 mil laut dari garis dasar ke arah laut bebas. Terhadap wilayah ZEE
ini, Negara Indonesia memiliki hak pertama untuk mengolah dan memanfaatkan
sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, dengan tidak mengganggu jalur
lalu lintas internasional.
Perkembangan Jalur Transportasi dan Perdagangan
Internasional di Indonesia
Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan
Indonesia
Potensi
sumber daya kelautan
1. Sumber daya perikanan
adalah salah satu potensi sumber daya laut di
Indonesia yang sejak dulu telah dimanfaatkan penduduk. Laut Indonesia memiliki
angka potensi lestari yang besar, yaitu 6,4 juta ton per tahun. Yang dimaksud
dengan potensi lestari adalah potensi penangkapan ikan yang masih memungkinkan
bagi ikan untuk melakukan regenerasi hingga jumlah ikan yang ditangkap tidak
mengurangi populasi ikan.
Berdasarkan aturan internasional, jumlah tangkapan
yang diperbolehkan adalah 80% dari potensi lestari tersebut atau sekitar 5,12
juta ton per tahun. Kenyataannya, jumlah hasil tangkapan ikan di Indonesia
belum mencapai angka tersebut. Ini berarti masih ada peluang untuk meningkatkan
jumlah tangkapan yang diperbolehkan.
Jika dibandingkan sebaran potensi ikannya, terlihat
adanya perbedaan secara umum antara wilayah Indonesia bagian Barat dan Timur.
Di Indonesia bagian Barat dengan rata-rata kedalaman laut 75 meter, jenis ikan
yang banyak ditemukan adalah ikan pelagis kecil. Kondisi agak berbeda terdapat
di kawasan Indonesia Timur dengan rata-rata kedalaman laut mencapai 4.000 m. Di
kawasan Indonesia bagian Timur, banyak ditemukan ikan pelagis besar seperti
cakalang dan tuna.
Selain ikan yang tersedia di lautan, penduduk
Indonesia juga banyak yang melakukan budi daya ikan, terutama di daerah
pesisir. Di pantai utara Pulau Jawa, banyak masyarakat yang mengembangkan usaha
budi daya ikan dengan menggunakan tambak. Jenis ikan yang dikembangbiakkan di
sana adalah ikan bandeng dan udang.
Selain ikan, kekayaan laut Indonesia juga berada di
wilayah-wilayah pesisir berupa hutan mangrove, rumput laut, padang lamun, dan
terumbu karang. Indonesia memiliki lebih dari 13 ribu pulau sehingga garis
pantainya sangat panjang. Garis pantai Indonesia panjangnya mencapai 81.000 Km,
ukuran ini merupakan panjang pantai kedua terpanjang di dunia setelah Kanada.
Oleh karena itu, potensi sumber daya alam di wilayah pesisir sangat penting
bagi Indonesia.
Tidak salah jika pemerintah di bawah
pemerintahan presiden Jokowi memfokuskan pembangunan maritim di Indonesia.
Kekayaan alam kita yang berupa ikan malah banyak diambil oleh oknum-oknum dari
negara lain berupa praktik pencurian ikan atau illegal fishing.
Ada beberapa wilayah perairan Indonesia yang rawan dengan kegiatan illegal fishing.
Wilayah yang paling rawan dengan praktik pencurian ikan adalah Laut Arafuru
(Papua) di Timur perairan Indonesia.
Sumber: baca di sini
2. Energi kelautan Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang
memiliki wilayah laut terbesar. Sekitar dua per tiga wilayah Indonesia adalah
laut. Indonesia memiliki pantai kedua terpanjang di dunia setelah Kanada.
Hal tersebut menjadi keuntungan bagi Indonesia dari
segi besarnya potensi energi laut. Energi laut yang dihasilkan dari gerakan dan
perbedaan suhu lapisan laut (samudera) merupakan sumber energi di perairan
laut. Energi ini berupa energi pasang surut, energi gelombang, energi arus
laut, dan energi perbedaan suhu lapisan laut.
Energi pasang surut di wilayah Indonesia terdapat
pada banyak pulau. Cukup banyak selat sempit yang membatasinya maupun teluk
yang dimiliki masing-masing pulau. Hal ini memungkinkan untuk memanfaatkan
energi pasang surut.
Saat laut pasang dan saat laut surut aliran airnya
dapat menggerakkan turbin untuk membangkitkan listrik. Sampai saat ini belum
ada penelitian untuk pemanfaatan energi pasang surut yang memberikan hasil yang
cukup signifikan di Indonesia.
Di Indonesia beberapa daerah yang mempunyai potensi
energi pasang surut adalah Bagan Siapi-api yang pasang surutnya mencapai 7
meter. Teluk Palu yang struktur geologinya merupakan patahan (Palu Graben)
sehingga memungkinkan gejala pasang surut. Teluk Bima di Sumbawa (Nusa
Tenggara Barat), Kalimantan Barat, Papua, dan pantai selatan Pulau Jawa yang
pasang surutnya bisa mencapai lebih dari 5 meter.
Untuk lautan di wilayah Indonesia, dengan potensi
termal 2,5 x 1.023 Joule dan efisiensi konversi energi panas laut sebesar tiga
persen dapat dihasilkan daya sekitar 240.000 MW. Potensi energi panas laut yang
baik terletak pada daerah antara 6-9° Lintang Selatan dan 104-109° Bujur Timur.
Di daerah tersebut pada jarak kurang dari 20 Km dari pantai didapatkan suhu
rata-rata permukaan laut di atas 28°C dan didapatkan perbedaan suhu permukaan
dan kedalaman laut (1.000 m) sebesar 22,8°C.
Sedangkan perbedaan suhu rata-rata tahunan
permukaan dan kedalaman lautan (650 m) lebih tinggi dari 20°C. Dengan potensi
tersebut, konversi energi panas laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan
kebutuhan energi listrik di Indonesia. Tidak jauh berbeda dengan energi pasang
surut, energi panas laut di Indonesia juga baru mencapai tahap penelitian.
Kekuatan gelombang bervariasi di setiap lokasi.
Daerah samudera Indonesia sepanjang pantai selatan Jawa sampai Nusa Tenggara
adalah lokasi yang memiliki potensi energi gelombang cukup besar berkisar
antara 10 – 20 kW per meter gelombang.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa energi
gelombang di beberapa titik di Indonesia bisa mencapai 70 kW/m di beberapa
lokasi. Pantai barat Pulau Sumatera bagian selatan dan pantai selatan Pulau
Jawa bagian barat juga berpotensi memiliki energi gelombang laut sekitar 40
kW/m.
Karakteristik energi gelombang sangat sesuai untuk
memenuhi kebutuhan energi kota-kota pelabuhan dan pulau-pulau terpencil di
Indonesia. Sayangnya, pengembangan teknologi pemanfaatan energi gelombang di
Indonesia saat ini meskipun cukup menjanjikan namun masih belum optimal.
Pemanfaatan energi gelombang yang sudah diaplikasikan di Indonesia baik oleh
lembaga litbang (BPPT, PLN) maupun institusi pendidikan lainnya baru pada tahap
penelitian.
Sumber: baca di sini
Baca kembali: DINAMIKA HIDROSFER DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN
3. Sumber daya minyak dan gas bumi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Arcandra Tahar menyatakan secara tersirat untuk mengembangkan potensi wilayah
minyak dan gas (migas) di Indonesia, terutama lapangan yang berada lepas pantai
(offshore) dan laut dalam (deep water).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian
ESDM, IGN Wiratmaja Puja menyambut baik atas keinginan menteri tersebut. Ia
mengetahui potensi migas Indonesia memang masih banyak seperti wilayah laut
dalam. Cekungan-cekungan geologi yang berpotensi memiliki kandungan minyak dan
gas pun masih banyak.
“Cekungan-cekungan kan cukup banyak, cekungan
geologi yang mengandung minyak dan gas di laut dalam. Itu yang harus kita
eksplorasi,” kata Wirat, di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka
Selatan, Jakarta, Kamis (28/7/2016).
Namun, yang menjadi pertimbangan saat ini adalah
biaya eksplorasi untuk pengerjaan wilayah kerja laut dalam masih sangat mahal.
Belum ditambah lagi dengan posisi yang jauh dan kebanyakan berada di daerah remote.
Hal itu yang masih menjadi kajian.
“Biaya eksplorasinya kan tinggi karena laut dalam.
Dan jaraknya jauh-jauh. Remote di Indonesia timur, di laut Makassar. Jadi
seperti yang disampaikan sebelumnya, kita sedang dalam proses menyiapkan
regulasi,” jelas dia.
Menurutnya, seperti yang sudah banyak diketahui
publik, regulasi mengenai wilayah kerja laut dalam di Indonesia masih belum
atraktif sehingga investor kurang berminat berinvestasi. Sehingga kebanyakan
investor lebih memilih menginvestasikannya di negara lain.
“Sekarang kita kalah atraktif dengan negara yang
lain-lain. Sehingga investasi dari perusahaan-perusahaan kelas dunia.
Perusahaan-perusahaan kelas dunia jadi tidak mau investasi di Indonesia,”
ungkap dia.
Untuk itu, lanjut Wirat, pihak Kementerian ESDM
bersama Komisi Eksplorasi Nasional (KEN), SKK Migas, dan para stakeholders
sedang merancang dan merumuskan bagaimana supaya wilayah migas laut dalam di
Indonesia lebih menarik mata investor.
“Kalah atraktif kita dengan negara yang lain. Dari
fiskal dari pajak, split, banyak hal yang kita kalah atraktif dengan negara
lain,” ucap dia.
Berdasarkan data litbang Kementerian ESDM, Potensi
energi di laut Indonesia sampai saat ini masih didominasi oleh minyak dan gas
bumi (migas). Sekitar 70 persen cadangan migas Indonesia terdapat di
cekungan-cekungan tersier lepas pantai dan lebih dari separuhnya terletak di
laut dalam.
Sejak 2004 telah beroperasi lebih dari 36
perusahaan minyak di Wilayah Kerja (WK) lepas pantai dari keseluruhan 153 WK
yang telah melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi di lepas pantai.
Saat ini, telah terindikasi 66 cekungan migas di
seluruh Indonesia, sebagian besar berada di darat dan laut dangkal perairan
teritorial dan hanya beberapa cekungan yang berada pada landas kontinen (cekungan
busur muka). Ada 16 cekungan sudah berproduksi, delapan cekungan berpotensi,
dan 42 cekungan belum dieksplorasi.
Sumber: baca di sini
4. Wisata bahari
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak
pulau. Selain lima pulau utama, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan
Papua, Indonesia juga memiliki pulau-pulau kecil yang jumlahnya ribuan. Sebagai
negara kepulauan, tentu saja pantai yang terdapat di Indonesia ini berjumlah
ribuan juga.
Pantai dan laut tersebut menyimpan berbagai potensi
yang jika diolah dengan baik akan memberikan berbagai keuntungan bagi penduduk
sekitar. Salah satu potensi dari laut Indonesia ialah hasil perikanan. Dengan
panjang garis pantai mencapai 95.181 Km, dalam satu tahun Indonesia mampu
menghasilkan 5,4 juta ton ikan. Tentu masih ada peluang lebih untuk mendapatkan
ikan lebih banyak lagi. Potensi lain dari bahari adalah wisatanya.
Hutan mangrove dapat menjadi potensi wisata bahari
yang menjanjikan bagi para wisatawan. Sebagai habitat binatang laut, hutan
mangrove, juga dapat menjadi manfaat bagi masyarakat sekitar. Tak hanya
pemasukan karena wisatawan, masyarakat juga dapat mempergunakan kayu bakau
untuk menjadi bahan pembuat kertas. Keindahan bawah laut Indonesia juga menjadi
destinasi wisata bahari berikutnya.
Sebut saja Raja Ampat di Papua, Derawan di
Kalimantan, dan Pulau Ora di Maluku, pemandangan bawah lautnya sudah terdengar
hingga mancanegara. Ketiga tempat tersebut merupakan sedikit dari bagian laut
Indonesia dengan keindahan bawah laut yang memesona. Pemandangan bawah laut
yang dihasilkan dari terumbu karang dan biota laut Indonesia menarik para
wisatawan.
Indonesia memiliki luas terumbu karang terluas di
dunia, yaitu 284.300 km2 yang akan memuaskan hati para penyelam. Selain
pemandangan bawah laut yang indah, hampir seluruh pantai di Indonesia juga
memiliki pemandangan yang tak kalah memesonanya.
Para wisatawan dapat membuktikan dengan mengunjungi
pantai-pantai yang terdapat di selatan pulau Jawa, pantai Parai Tenggiri di
Bangka Belitung, dan lain-lainnya. Masih banyak laut dan pantai di Indonesia
yang menyimpan potensi wisata sehingga dapat menambah jumlah destinasi liburan
untuk para wisatawan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
“Beragam Potensi Wisata Bahari Indonesia untuk Dunia”,
Sumber: baca di sini
5. Industri maritim
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan
mengembangkan industri berbasis maritim. Potensi untuk mengembangkan industri
maritim sangat terbuka mengingat Indonesia memiliki garis pantai terpanjang
kedua di dunia.
Menurut Saleh, ada empat industri maritim yang akan
dikembangkan pada periode 2015-201-, yaitu industri rumput laut, industri
pengolahan ikan, industri galangan kapal, dan industri garam. “Kita tabu bahwa
salah satu yang terus didorong oleh presiden yaitu bagaimana agar industri
maritim kita dapat tumbuh dan berkembang karena bagaimana pun dua pertiga dari
wilayah Indonesia adalah laut,” ujarnya.
Industri rumput laut nasional terdiri atas 25 unit
usaha besar yang menyerap 3.100 orang tenaga kerja yang memiliki nilai
investasi sebesar USD170juta. “Industri rumput laut saat ini lebih banyak
menjual secara mentah ke luar negeri. Padahal, seharusnya ini bisa dilakukan
hilirisasi dengan menumbuhkan industri turunnya di dalam negeri,” ungkap Saleh.
Saleh menambahkan, industri rumput laut nasional
memiliki kapasitas terpasang sebesar 33.000 ton dengan kemampuan produksi
20.000 ton per tahun sehingga menghasilkan utilitas sebesar 60%.
“Permasalahan-permasalahan yang dihadapi adalah suplai bahan baku terbatas
untuk industri pengolahan rumput laut karena masih diekspor dalam bentuk
mentah, kualitas bahan baku rumput laut yang rendah, biaya transportasi masih
mahal,” jelasnya.
Menurut Saleh, agar industri ini bisa berkembang,
Kemenperin akan terus berkoordinasi dengan instansi-instansi lainnya agar
pasokan bahan baku terpenuhi.
Saleh melanjutkan, industri pengelolaan ikan saat
ini sama seperti industri rumput laut, yakni kekurangan bahan baku. “Ini karena
banyak terjadi penjualan ikan secara ilegal sehingga pasokan bahan baku
berkurang,” ungkapnya.
Selama ini industri pengolahan ikan nasional yang
terdiri atas 37 unit usaha berskala besar mampu menyerap 62.000 orang tenaga
kerja dan memiliki nilai investasi Rpl,5 triliun. Industri pengolahan ikan
nasional juga telah memiliki kapasitas terpasang 339.000 ton dengan kemampuan
produksi 197.000 ton per tahun, sehingga menghasilkan utilitas sebesar 58%.
Selain masalah bahan baku, masalah industri
pengolahan ikan lainnya terkait saling pengakuan standar dengan negara-negara
tujuan ekspor. “Koordinasinya belum baik sehingga banyak hasil pengolahan ikan
yang ditolak oleh negara tujuan ekspor,” katanya.
Sementara itu, industri galangan
kapal nasional masih memiliki potensi yang cukup besar untuk terus
dikembangkan. Untuk industri galangan kapal reparasi, jumlah fasilitas
produksinya sebesar 214 unit dengan kapasitas 12 juta dead weight ton (DWT)
per tahun dengan utilisasi sebesar 85%.
Sedangkan galangan kapal baru, jumlah fasilitas
produksinya sebanyak 160 unit dengan kapasitasl, 2juta DWT pertahun dengan
utilisasi sebesar 35%. “Industri galangan kapal di Tanah Air banyak yang belum
tumbuh. Kami koordinasi dengan Menko Maritim bersama dengan Menteri Perhubungan
dan Menteri Keuangan memberikan insentifinsentif,” ungkapnya.
Industri garam nasional yang terdiri atas 35 unit
usaha berskala besar dengan luas lahan produksi mencapai 22.000 hektare (ha)
memiliki kapasitas produksi mencapai 56 juta ton pertahun.”Membuat garam
konsumsi di mana pun bisa, namun berbeda dalam membuat garam industri. Garam
industri kandungan NaCl-nya tinggi sehingga tidak bisa dikonsumsi,” ujarnya.
Permasalahan yang dihadapi industri garam adalah
belum diproduksinya garam industri dalam skala besar sehingga kebutuhan garam
industri sebesar 1,9 juta ton pertahun masih diimpor. “Membuat garam industri
tidak semua laut bisa. Lebih cocok wilayahnya adalah di kawasan timur
Indonesia, khususnya di NTT. Curah hujan dan alamnya cocok untuk pengembangan
garam industri,” tandasnya.
Komitmen pemerintah untuk memajukan
sektor maritim juga ditandai dengan digencarkannya penegakan hukum bagi para
pencuri ikan atau illegal fishing. Mulai dari memperketat pengawasan, melarang
kapal-kapal melakukan alih muatan ikan di laut, serta penenggelaman kapal asing
pencuri ikan. Dengan semua upaya tersebut, Presiden Joko Widodo(Jokowi)
optimistis industri perikanan yang semula banyak tutup karena kekurangan bahan
baku akan kembali menggeliat.
Sumber: baca disini
6.
Jasa angkutan laut
Meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini secara
bertahap telah terjadi perubahan penggunaan armada pelayaran asing ke pelayaran
domestik untuk mengangkut berbagai komoditi di dalam negeri, tetapi industri
pelayaran didalam negeri, seperti yang disampaikan Ketua Indonesia Ship Owners
Association (INSA) Oentoro Suryo, masih sulit bersaing dengan pelayaran asing
karena keterbatasan jumlah kapal serta kondisi kapal yang ada sebagian besar
adalah kapal tua.
Penambahan jumlah kapal nasional sebagian merupakan
pengalihan bendera kapal-kapal milik pelayaran nasional yang sebelumnya
berbendera asing, sehingga penambahan kapal-kapal baru relatif sangat sedikit.
Masih sulitnya penambahan kapal baru oleh galangan
kapal Indonesia karena pihak perbankan masih belum sepenuhnya mendukung
pembiayaan pembangunan kapal. Selain itu banyaknya biaya pajak yang harus
ditanggung untuk pembuatan kapal tersebut, membuat masih tingginya biaya
pembuatan kapal di Indonesia
Kondisi ini membuat beberapa perusahaan pelayaran
nasional membangun kapalnya di luar negeri, karena dianggap lebih murah
biayanya dibanding membangun di dalam negeri.
Secara garis besar, perusahaan angkutan laut
nasional dikelompokkan menjadi pelayaran dalam negeri dan angkutan luar negeri
untuk ekspor-impor. Perusahaan pelayaran untuk angkutan dalam negeri, terdiri
atas pelayaran antar pulau, pelayaran lokal, pelayaran perintis dan pelayaran
rakyat. Selain itu terdapat perusahaan non pelayaran (pelayaran khusus),
yaitu yang hanya mengangkut keperluan dan hasil industri sendiri,
seperti yang dioperasikan oleh industri-industri pupuk, tepung terigu, semen dan
kayu.
Selama tahun 2003 – 2007, jumlah perusahaan
pelayaran di Indonesia cenderung meningkat. Menurut catatan Ditjen Perhubungan
Laut, pada tahun 2003 terdapat 1.705 buah perusahaan, yang terdiri atas 1.030
perusahaan pelayaran nasional, 267 perusahaan non pelayaran dan selebihnya
sebanyak 408 perusahaan pelayaran rakyat. Pada tahun 2007, jumlah perusahaan
pelayaran meningkat menjadi 2.326 perusahaan, yang terdiri atas 1.432
perusahaan pelayaran nasional, 334 perusahaan non pelayaran dan 560 perusahaan
pelayaran rakyat. Perkembangan jumlah perusahaan pelayaran dalam negeri di
Indonesia tidak terlepas dari peningkatan kegiatan ekspor dan juga kebijakan
Pemerintah untuk mendukung jasa angkutan laut seperti diterapkannya azas
cabotage untuk 13 jenis komoditas utama sejak tahun 2005.
Sumber: baca di sini
7. Alur laut kepulauan Indonesia
Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United
Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS), 10 Desember 1982, menjadi awal lahirnya
hukum laut yang mengakui adanya konsep Negara Kepulauan. Pemerintah Republik
Indonesia (RI) kemudian meratifikasi konvensi tersebut dengan Undang-Undang
(UU) No. 17 Tahun 1985. Sejak tahun 1994, Hukum Laut Internasional resmi
berlaku dan mulai saat itu pula bangsa Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk
memanfaatkan sumber daya alam, termasuk yang ada di dasar laut dan di bawahnya.
Pasal 49 UNCLOS 1982 menyatakan kedaulatan dari negara kepulauan meliputi perairan-perairan
yang tertutup oleh garis pangkal demikian pula wilayah udara di atasnya dan
dasar laut serta tanah di bawahnya.
Tahun 1996, Pemerintah Indonesia mengusulkan kepada
International Maritime Organization (IMO) tentang penetapan Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) beserta cabang-cabangnya di perairan Indonesia. Sesuai dengan
Pasal 1 ayat 8 UU No. 6/ 1996 tentang Perairan Indonesia, Alur Laut Kepulauan
adalah alur laut yang dilalui oleh kapal atau pesawat udara asing di atas alur
tersebut, untuk melaksanakan pelayaran dan penerbangan dengan cara normal
semata-mata untuk transit yang terus menerus, langsung, dan secepat mungkin
serta tidak terhalang melalui atau di atas perairan kepulauan dan laut
teritorial yang berdampingan antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia dan di bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia lainnya.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun
2002, tentang Alur Laut Kepulauan Indonesia, terdapat 3 (tiga) ALKI beserta
cabang-cabangnya. Pertama, jalur pada ALKI I yang difungsikan untuk pelayaran
dari Laut Cina Selatan melintasi Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, dan
Selat Sunda ke Samudera Hindi. Sebaliknya; dan untuk pelayaran dari Selat
Singapura melalui Laut Natuna dan sebaliknya (Alur Laut Cabang I A).
Kedua, jalur pada ALKI II yang difungsikan untuk
pelayaran dari Laut Sulawesi melintasi Selat Makasar, Laut Flores, dan Selat
Lombok ke Samudera Hindia, dan sebaliknya. Ketiga, jalur pada ALKI-III-A yang
difungsikan untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut
Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu.
ALKI III-A sendiri mempunyai 4 cabang, yaitu ALKI
Cabang III B: untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut
Seram, Laut Banda, dan Selat Leti ke Samudera Hindia. Sebaliknya; ALKI Cabang
III C: untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram,
Laut Banda ke Laut Arafura dan sebaliknya; ALKI Cabang III D: untuk pelayaran
dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat
Ombai, dan Laut Sawu ke Samudera Hindia. Sebaliknya; ALKI Cabang III E: untuk
pelayaran dari Samudera Hindia melintasi Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda,
Laut Seram, dan Laut Maluku.
Masing-masing ALKI mempunyai potensi ancaman yang
dinilai relevan dan membutuhkan koordinasi yang lebih serius. Berdasarkan
wawancara penulis dengan narasumber dari Badan Koordinasi Keamanan Laut
(Bakorkamla), masing-masing ALKI mempunyai potensi ancaman yang berbeda-beda.
Potensi ancaman di ALKI I terkait imbas konflik klaim wilayah atas kepulauan
Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan, seperti digunakannya wilayah ALKI I
untuk kegiatan manuver angkatan perang negara yang terlibat.
Di samping itu, imbas kepadatan lalu lintas
pelayaran di Selat Malaka, seperti digunakannya wilayah ALKI I oleh perompak
untuk menghindari kejaran aparat keamanan Indonesia, dan aparat keamanan
gabungan (Indonesia, Malaysia, dan Singapura) atau penyelundupan. Imbas dari
pusat pertumbuhan dan perekonomian Asia dan Asia Tenggara di Republik Rakyat
Cina (RRC) dan Singapura, seperti penyelundupan barang-barang ilegal dan juga
perdagangan manusia, turut menjadi potensi ancaman di ALKI I. Imbas lain adalah
bahaya ancaman bencana alam dan tsunami di Selat Sunda, seperti ancaman gempa
vulkanik serta erupsi gunung berapi (anak Krakatau). Kemudian imbas politik
ekspansional Malaysia, seperti kemungkinan klaim wilayah teritorial baru.
Untuk ALKI II, potensi ancaman berasal dari imbas
konflik Blok Ambalat. Digunakannya wilayah ALKI II untuk manuver angkatan
perang negara tetangga dan imbas lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan, seperti
penangkapan ikan dan sumber daya alam lainnya secara ilegal. Di samping itu,
imbas dari pusat pariwisata dunia di Bali, seperti penyelundupan barang secara
ilegal dan perdagangan manusia, serta terorisme. Imbas politik ekspansional
Malaysia, seperti kemungkinan baru klaim wilayah teritorial setelah berhasil
menguasai pulau Sipadan dan Ligitan, serta provokasi atas wilayah Blok Ambalat,
juga merupakan potensi ancaman bagi ALKI II.
Sementara itu, untuk ALKI III, potensi ancaman
berasal dari imbas konflik internal negara tetangga di utara (Filipina) dan
selatan (Timor Leste). Dijadikannya wilayah ALKI IIIA sebagai sarana pelarian
atau kegiatan lain yang membahayakan keamanan laut. Imbas dari lepasnya Timor
Timur menjadi negara berdaulat (Timor Leste) terkait dengan blok migas di
sebelah selatan pulau Timor, seperti pelanggaran wilayah, penyelundupan, dan
klaim teritorial.
Di samping itu, imbas konflik internal seperti
separatisme Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku dan Gerakan Papua Merdeka
(GPM) di Papua. Imbas politik luar negeri Australia, seperti pelebaran pengaruh
Australia terhadap wilayah sekitar di utara (Indonesia, Timor Leste, dan Papua
New Guinea) serta dukungannya terhadap gerakan separatisme. Imbas selanjutnya
adalah potensi sumber kekayaan alam melimpah yang belum terkelola, seperti
pencurian ikan dan pencurian kekayaan alam lainnya, juga merupakan potensi
ancaman tersendiri bagi ALKI III.
Di antara ALKI I, II, dan III, ALKI II merupakan
lintasan laut dalam yang ekonomis dan aman untuk dilalui. ALKI II yang melewati
Selat Makassar-Selat Lombok membelah sisi Indonesia Bagian Barat dan Indonesia
Bagian Timur. Lebih jauh, pendangkalan yang terjadi akhir-akhir ini di Selat
Malaka menyebabkan kapal-kapal besar, terutama kapal tangki, memindahkan trayek
pelayarannya melalui Selat Lombok-Selat Makassar. Sebagai jalur perdagangan dan
pelayaran internasional, ALKI II memiliki nilai strategis. ALKI II yang
mencakup Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi menjadi penting dalam
posisinya sebagai jalur pendukung utama dari Selat Malaka yang sudah amat
padat.
Rahardjo Adisasmita, yang dikenal
dengan konsep ”Kawasan Pembangunan SEMEJA”-nya, mengemukakan bahwa di masa
depan Selat Lombok-Selat Makassar memegang peran kunci sebagai jalur pelayaran
dunia, di mana jika garis jalur pelayaran vertikal dan garis jalur pelayaran
horizontal ditarik pada bola dunia akan beririsan pada titik yang berada tepat
di Selat Makassar. “Kawasan Pembangunan SEMEJA” adalah konsep yang khas dan
diformulasikan untuk kawasan kepulauan. Konsep pengembangan SEMEJA ini dapat
berbentuk selat, teluk, dan laut yang berfungsi untuk memfasilitasi
berkembangnya kegiatan perdagangan dan transportasi antar daerah yang berada di
sekelilingnya dengan berdasar pada prinsip saling membutuhkan, saling
melengkapi, dan saling menguntungkan, di mana kota yang lebih kuat, besar, dan
maju wajib mendorong dan menarik kota yang lebih “kecil” (Rahardjo Adisasmita,
2008). Adisasmita juga menyatakan bahwa Selat Makassar–Selat Lombok yang
memotong Laut Jawa–Banda–Arafura menjadi penghubung dari Utara (Filipina) ke
arah Selatan (Samudera Hindia) adalah sebagai alur utama transportasi laut
internasional (international sea transportation
highway).
Pada dasarnya, negara-negara di dunia sebagai
pengguna jalur pelayaran dapat memilih jalur yang paling aman dan ekonomis
dengan mematuhi ketentuan dalam UNCLOS 1982. Sebaliknya, negara yang dilalui
seperti Indonesia, harus menjamin keamanan dan keselamatan alur laut tersebut
di samping memanfaatkan peluang ekonomi dan meminimalkan kendala dari pilihan
jalur tersebut (Hasim Djalal, 1995). Untuk itu, ALKI II sebagai jalur pelayaran
dunia yang potensial di masa mendatang perlu mendapat perhatian terkait hal
ini.
Ada beberapa hal yang perlu
dilakukan. Pertama, peningkatan pertahanan-keamanan di wilayah ALKI II
mengingat potensi ancaman yang dimiliki sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
baik dari negara tetangga maupun kapal-kapal asing, terutama potensi ancaman
keamanan nontradisional. Peningkatan pertahanan-keamanan ini bisa dilakukan
melalui peningkatan personel dan peralatan yang dimiliki TNI Angkatan Laut
kita, maupun koordinasi keamanan laut yang efektif di bawah Bakorkamla. Kedua,
perubahan paradigma lama dari continental-based
development menjadi maritime/sea-based development sudah saatnya dilaksanakan secara konsisten,
sehingga pemanfaatan ALKI II ini harus ditarik ke arah pertumbuhan ekonomi
kawasan dan pembangunan wilayah. Peningkatan ekonomi di kawasan pesisir tentu
diharapkan akan berkorelasi positif dengan pengurangan gangguan keamanan di
laut. Ketiga, perlunya kajian komprehensif mengenai ALKI II, baik dari aspek
pertahanan-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya sehingga mendapat pemetaan yang
jelas mengenai potensi ancaman dan potensi ekonomi yang bisa dikembangkan
masyarakat pesisir, terutama mendukung maritime/sea-based
development.
Sumber: baca di sini
Pengelolaan
sumber daya kelautan
Posisi Strategis Indonesia Sebagai Poros Maritim
Dunia
Poros maritim merupakan gagasan yang dilontarkan
oleh presiden terpilih Joko Widodo saat kampanye pemilihan presiden beberapa
waktu lalu. Di samping gagasan ini ia juga menawarkan program yang disebut tol
laut.
Dua hal itu kini menjadi bahan pembicaraan yang
lumayan hangat di kalangan kemaritiman Tanah Air dengan sebagian di antara
mereka mendukungnya dan sebagian lagi mengkritisi atau bahkan menolaknya.
Dalam dunia kemaritiman
internasional, poros maritim dikenal dengan istilah international maritime center (IMC). Sah-sah saja sebenarnya menggunakan
istilah lain sesuai keinginan seseorang tetapi industri maritim adalah salah
satu bisnis yang diatur secara global, karena itu kesamaan bahasa atau istilah
dan pemaknaannya mutlak diperlukan.
International
maritime center adalah sebuah pelabuhan atau
negara yang telah berhasil membangun aneka macam fasilitas, infrastruktur dan
regulasi sehingga menarik minat kalangan pelayaran internasional dan komunitas
maritim lainnya untuk mendatanginya dan dapat menjalankan bisnis yang
menguntungkan di pelabuhan/negara bersangkutan. Jadi, untuk menjadi IMC yang
baik maka yang diperlukan adalah kemampuan menarik pemain internasional dengan
berbagai kemudahan untuk datang dan menjalankan bisnis.
Singapura dikenal sebagai salah satu
IMC yang terbaik. Status IMC yang didapat oleh negeri jiran ini bertumpu pada
posisinya sebagai sebuah hub kemaritiman global. Sejalan dengan statusnya,
Singapura saat ini menjadi lokasi berkantornya lebih dari 4.200 multinational corporations (MNC) dan 26.000 perusahaan mancanegara
lainnya.
Mereka terdiri dari shipbrokers, charterers, marine insurers, maritime
law, dan sebagainya. Sebagai operator
untuk menangani para pebisnis itu, pemerintah Negeri Singa menugaskan Maritime and Port Autority/MPA yang diisi dengan staf yang profesional.
Dalian di China juga merupakan IMC yang terkenal di
kawasan Asia. Disebut meniru atau copy-paste apa yang dilakukan oleh Singapura,
kota ini juga menjadi incaran pelaku bisnis maritim mondial.
Masih panjang jalan yang harus ditempuh Indonesia
jika ingin menjadi IMC seperti Singapura atau Dalian. Tidak banyak pemain
besar, apa lagi yang kecil, bisnis maritim internasional berkantor dan
menjalankan kegiatannya dari Jakarta.
Pasalnya, negeri ini tidak banyak menawarkan
fasilitas, infrastruktur dan kemudahan dalam berbisnis. Ambil contoh suku bunga
perbankan untuk usaha pelayaran.
Komentar
Posting Komentar